Kepala IMF, Kristalina Georgieva seperti dikutip dari CNBC, menyebutkan dunia saat ini tengah dalam resesi ekonomi. Resesi ini terjadi akibat wabah Covid-19 yang telah menginfeksi masyarakat di lebih dari 100 negara.
Wabah yang berasal dari Wuhan, Tiongkok itu telah menimbulkan banyak ketidakpastian ekonomi. Harga barang-barang melonjak, pasar saham anjlok, nilai tukar mata uang juga melemah, itulah yang dihadapi di Indonesia.
IMF meminta seluruh negara saling bahu membahu mengatasi permasalahan ini. Pasalnya, Covid-19 sudah menjadi pandemi yang merupakan masalah bersama, bukan lagi masalah Pemerintahan Tiongkok semata.
IMF juga bersedia untuk membantu negara-negara berkembang untuk memberantas virus ini di negara mereka masing-masing. Gak main-main, total uang yang digelontorkan untuk menanggapi wabah yang telah menginfeksi lebih dari 1 juta masyarakat dunia ini melebihi Rp16.000 triliun.
Lalu, sebagai anggota masyarakat awam, apa yang bisa kita lakukan untuk menangkal dampak resesi tersebut?
Apa itu resesi ekonomi?

Jika merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) resesi adalah sebuah kondisi saat kegiatan dagang, industri, dan kegiatan ekonomi lainnya mengalami kelesuan, kemunduran, penurunan, bahkan terhenti untuk sementara. Kondisi ini tentu saja pertanda buruk bagi setiap negara yang mengalaminya.
Namun, bukan berarti apabila ada penurunan sudah pasti resesi. Kata resesi biasanya bisa digunakan bila penurunan aktivitas ekonomi tersebut terjadi selama lebih dari dua kuartal sampai satu tahun.
Secara umum masyarakat bisa melihat tanda-tanda resesi dari kenaikan harga barang, pemecatan besar-besaran, berita tentang penurunan pendapatan negara, dan banyaknya industri yang gulung tikar selama berbulan-bulan.
Bagaimana resesi ekonomi bisa terjadi?
Secara umum, resesi bisa terjadi akibat ketidakjelasan aktivitas ekonomi di suatu negara atau dunia. Namun, ada banyak faktor-faktor yang menyebabkan ekonomi mengalami kelesuan, antara lain:
1. Inflasi
Inflasi membuat harga barang-barang di pasaran mengalami kelonjakan. Sementara itu, daya beli masyarakat pun mengalami penurunan dan sulit menjangkau barang-barang tersebut. Pasar kehilangan pangsanya dan masyarakat tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
2. Kenaikan suku bunga
Suku bunga bank yang tinggi berarti perbankan memiliki likuiditas yang terbatas. Terpaksa mereka mengeluarkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah membatasi pinjaman. Membatasi pinjaman ini berpotensi untuk menahan tingkat investasi di masyarakat.
3. Turunnya kepercayaan konsumen
Jika masyarakat sebagai konsumen percaya bahwa ekonomi sedang memburuk, mereka tidak akan menghambur-hamburkan uangnya begitu saja. Secara psikologis hal ini wajar karena mereka tengah mempersiapkan untuk bertahan hidup selama ekonomi memburuk.
Tapi akibatnya, berbagai kegiatan ekonomi entah itu pariwisata, industri, dan lain-lainnya bakalan mengalami kelesuan.
4. Pengurangan upah riil
Ketika inflasi meningkat, tetapi upah pekerja tidak mengalami peningkatan, alhasil daya beli para pekerja pun menurun. Hal ini tentu saja bisa menyebabkan kelesuan di berbagai sektor bisnis dan sangat berpotensi terjadinya resesi ekonomi.
Selain empat hal di atas, resesi juga bisa terjadi karena faktor-faktor lainnya. Misalnya perang dagang antar negara, pandemi global seperti Covid-19, sampai kenaikan harga sumber daya alam gas dan minyak.
Ciri-ciri resesi ekonomi?
Tanda-tanda resesi bisa dilihat dari aktivitas ekonomi yang terjadi belakangan. Pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat pun patut was-was bila aktivitas ekonomi mulai mengalami perlambatan. Berikut ini ciri-cirinya.
1. Tingkat produksi dan konsumsi tidak seimbang
Ketika tingkat produksi meningkat sementara tingkat konsumsi rendah, maka akan terjadi penumpukan stok dan pengusaha terpaksa menurunkan harga jual produk mereka serendah mungkin. Artinya, dari sisi pengusaha akan mengalami penurunan pendapatan.
Bila tingkat produksi rendah dan konsumsi tinggi, maka terjadilah kekurangan pasokan. Langkah yang bisa diambil untuk menutupi kekurangan tersebut adalah dengan kebijakan impor. Impor sendiri juga bisa mengurangi pendapatan dari perusahaan itu sendiri.
2. Nilai impor lebih besar dari ekspor
Nilai impor sebisa mungkin harus lebih kecil daripada nilai ekspor. Karena jika nilai impor lebih besar kemungkinan besar negara akan mengalami defisit anggaran alias merugi.
3. Tingkat pengangguran tinggi
Pekerja adalah orang yang paling berjasa dalam sektor perekonomian sebuah negara. Mereka sangat menentukan pemasukan negara dalam bentuk pajak, dan pemenuhan pasokan dalam bentuk barang.
Jika tingkat pengangguran tinggi, aktivitas ekonomi tersebut bisa tidak berjalan dengan lancar. Belum lagi ditambah dampak negatif dari pengangguran, yaitu memicu meningkatnya tindakan kriminal.
4. Deflasi yang tinggi
Ternyata, deflasi atau penurunan harga-harga juga memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian sama seperti inflasi. Deflasi berpotensi membuat nilai dari sebuah barang atau jasa yang beredar di pasaran menjadi merosot tajam. Alhasil, pendapatan dari pengusaha pun akan mengalami penurunan.
Dampak resesi ekonomi?
Setelah kamu mengetahui penyebab dan ciri-ciri resesi, kamu bisa melihat bahwa resesi ini tidak hanya menjadi masalah bagi negara saja, tetapi bagi dunia usaha dan kita sebagai masyarakat juga.
Dampak yang paling nyata bakal terjadi adalah kerugian besar-besaran di dunia usaha. Pemilik modal terpaksa memangkas biaya produksi mereka untuk bisa bertahan hidup di tengah resesi. Salah satu langkah yang biasa diambil para pengusaha adalah dengan melakukan PHK atau pemecatan.
Jika gelombang PHK dilakukan secara besar-besaran, sudah bisa dipastikan daya beli masyarakat akan mengalami penurunan. Mereka menjadi sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari di tengah masa resesi.
Bagaimana cara menghadapi resesi?
Meskipun sulit untuk mengatasinya, resesi harus perlu diminimalkan sedini mungkin. Pemerintah selaku pihak yang berwenang mengatur perekonomian negara patut mengeluarkan kebijakan demi mendongkrak perekonomian kembali di tengah kelesuan.
Contoh kebijakan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian di tengah resesi
Berikut ini beberapa contoh kebijakan yang diyakini bisa mendongkrak perekonomian di tengah ancaman resesi.
- Memberikan bantuan sosial ke masyarakat kelas bawah untuk meningkatkan daya beli mereka.
- Menggenjot pasar ekspor daripada impor.
- Memberikan subsidi kepada industri dalam negeri.
- Menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
- Meringankan pungutan pajak bagi masyarakat untuk kembali meningkatkan daya beli.
Namun, kebijakan-kebijakan tersebut harus dijalankan dengan berdasarkan analisis yang matang. Jangan sampai justru kebijakan itu membuat negara kehilangan pendapatan.
Lalu bagaimana dengan masyarakat? Apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi resesi?
Cara masyarakat untuk bertahan di tengah resesi ekonomi
Masyarakat juga perlu waspada terhadap ancaman resesi, karena dampaknya akan dirasakan oleh banyak orang. Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk bisa bertahan hidup di tengah resesi,
- Berinvestasilah di instrumen yang tak lekang oleh waktu, contohnya emas, deposito, surat berharga negara, dan dolar.
- Membekali diri dengan dana darurat. Hal ini untuk mempersiapkan kamu dari kemungkinan terburuk seperti PHK.
- Buat skala prioritas. Penuhi dulu kebutuhan pokokmu dan mencoba untuk menahan diri membeli barang-barang yang tidak perlu.
- Melunasi utang dengan bunga tertinggi dahulu.
Selain empat cara di atas, cara lainnya adalah memproteksi diri dengan asuransi kesehatan maupun asuransi jiwa. Pasalnya, kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada kesehatanmu saat masa resesi nanti.
Misalnya kamu terkena musibah sakit, lalu membutuhkan biaya pengobatan yang besar, sementara pendapatan tidak ada, maka asuransi bisa membantumu di masa sulit tersebut.
Yuk, persiapkan diri kita dari sekarang.