Setelah delapan bulan absen dari arisan keluarga karena selalu ditanyakan “kapan nikah”, Okky akhirnya memberanikan diri datang. Namun, sesampainya di sana alih-alih ditanya kapan nikah, Okky malah ditawari bisnis MLM alias multi-level marketing oleh saudaranya.
Sebagai seorang yang sudah melek finansial, Okky paham betul bisnis MLM mengandalkan sistem penjaringan anggota dan penghimpunan dana.
Produknya sih “ada”, dan kewajiban kita sebagai member tetap saja untuk menjual produk itu. Namun, karena ada komisi untuk mengajak member baru,gak heran kalau akhirnya para pegiat bisnis MLM itu malah justru sibuk mencari member baru.
Belum lagi, banyak sekali reward menggiurkan yang bakal diterima para member. Sebut saja, bonus penghasilan pasif, bonus mobil, hingga liburan ke luar negeri.
Gak sedikit juga perusahaan penyelenggara bisnis MLM yang kerap melakukan aksi tipu-tipu menggunakan skema piramida. Itu juga patut kamu waspadai!
Intinya, bila kamu tiba-tiba ditawari bergabung dalam bisnis ini, diiming-imingi penghasilan pasif berjumlah besar, sama saudara sendiri yang lumayan dekat dan kamu mencium suatu hal yang mencurigakan.
Tanyakan saja lima pertanyaan di bawah sini, dijamin mereka bakal kesulitan menjawab dan membuatmu bisa memberikan penolakan halus yang alasannya kuat.
1. Perusahaan ini kapitalisasi pasarnya berapa sih?

Dor! Yakin deh, pertanyaan ini gak bakal bisa dijawab dengan mudah oleh para member bisnis tersebut. Karena belum tentu mereka paham apa itu “kapitalisasi pasar” alias market cap.
Kapitalisasi pasar bisa diartikan sebagai harga keseluruhan saham perusahaan tersebut. Intinya, kalau kita mau beli perusahaan itu ya harganya setara dengan nilai kapitalisasi pasarnya.
Sekadar diketahui, Bank BCA punya nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp 800-an triliun, BRI Rp 500-an triliun, lalu Telkom Rp 300-an triliun. Bayangkan saja, itu adalah perusahaan-perusahaan raksasa di Indonesia.
Nah, perusahaan MLM yang menawarkan bonus-bonus besar itu, kapitalisasi pasarnya berapa sih? Kok berani ya ngeluarin bonus besar seperti itu?
2. Apakah perusahaan pengelola bisnis MLM ini melantai di bursa?

Baiklah, kalau kapitalisasi pasarnya gak tahu, tanyakan saja apakah perusahaan itu melantai di bursa atau tidak. Karena dengan melantai di bursa, setidaknya kamu bisa menganalisa seperti apa perusahaannya.
Rata-rata sih perusahaan penyelenggara MLM di Indonesia gak ada yang melantai di bursa. Tapi coba saja iseng-iseng tanya ke saudaramu yang menawarkan bisnis ini.
Sejatinya, indikator perusahaan sehat atau tidak memang gak bisa ditentukan dari apakah mereka ada di bursa. Namun, setidaknya semua perusahaan yang melantai memang harus terbuka dalam laporan keuangannya ke publik.
Dari situ bisa kelihatan kan aktivitas pengeluarannya digunakan buat apa saja.
3. Jika program MLM ini untuk promosi, maka berapa bujet promosinya?

Ini juga pertanyaan yang cukup tricky alias sulit dijawab. Tapi masuk akal kalau ditanyakan.
Kalau memang lagi promosi dengan menggencarkan program MLM? Yaudah tanya saja blak-blakan, berapa bujet promosi yang dikucurkan pihak manajemen.
Sebagai member bisnis MLM, masa iya saudaramu gak bisa tahu sama bujetnya. Masa cuma terima gitu-gitu saja dengan apa yang diiming-imingi oleh perusahaan.
4. Siapa pendirinya dan berapa aset yang dia miliki?

Saudaramu mungkin akan terbuka soal nama pendirinya dan mengatakan dia adalah orang hebat. Setelah tahu siapa namanya, coba cari saja di mesin pencarian Google dan lihat di mana nama pendiri perusahaan itu muncul.
Kalau muncul di Forbes atau Bloomberg, kamu tentu bisa tahu berapa perkiraan aset yang dimilikinya. Namun, kalau cuma muncul di situs perusahaan, media sosial pribadi, atau di pemberitaan media massa beberapa tahun yang lalu, gak salah kok kalau kamu curiga.
5. Jika perusahaan itu mengaku “startup” yang lagi “bakar duit,” siapa investornya?

Nah, ini dia. Bisa saja penyelenggara bisnis MLM di Indonesia itu mengatasnamakan dirinya sebagai perusahaan startup di bidang teknologi.
Startup memang erat dengan aktivitas bakar duit dengan alasan “promosi.” Seandainya ada penyelenggara MLM yang menggunakan alasan ini untuk merekrutmu masuk, maka tanya saja pertanyaan di atas.
Kok bisa sih mereka bakar duit? Memang investornya siapa? Pendanaan yang mereka terima itu sudah Seri A, Seri B, atau berapa juta atau miliar dolar?
Informasi ini wajar kok diketahui setiap karyawan di perusahaan startup. Bahkan, perusahaan-perusahaan itu seringkali mengirim rilis ke media usai mereka menerima suntikan dana.
Kalau saudaramu gak tahu soal yang satu ini, ya sudahlah. Bisa jadi memang bisnisnya gak jelas.
Itulah lima pertanyaan yang kiranya bisa kamu ajukan ketika menolak tawaran bisnis MLM dari saudara atau kerabat dekat.
Jika kamu telaah, gak akan ada “bisnis” yang bisa sukses tanpa “jualan.” Terlepas dari jualan barang atau jasa. Nah, sekarang tinggal kamu lihat sendiri saja produknya, apakah produknya digemari masyarakat atau tidak.
Untuk menjadi member, kita semua umumnya diminta membayar biaya membership. Biaya itulah yang nanti masuk menjadi komisi member get member, sekaligus pendapatan perusahaan.
Kebayang gak, apa jadinya jika seluruh member di perusahaan itu hanya sibuk mencari member baru atau downline dengan iming-iming hadiah? Kapan jualannya ya? (Editor: Chaerunnisa)