Gak Pinjam Duit, Ini 6 Jurus Sukses Bisnis Cuan Gede di Kampung Ala Pendiri Toya Devasya

Mau merintis bisnis di kampung halaman sendiri? Itu ide bagus, tapi tentunya gak semudah yang kita bayangkan lho.

Ada banyak ide usaha yang bisa kamu buka di kampung, apalagi teknologi saat ini sudah berkembang. Variasi bisnisnya pun jadi makin banyak.

Namun untuk bisa balik modal dalam waktu singkat dan meraih cuan ribuan persen, kamu tentu butuh formula jitu.

Belum lama ini, MoneySmart berjumpa dengan founder Toya Devasya Natural Hot Spring, I Ketut Mardjana, yang sempat memimpin PT Pos Indonesia pada tahun 2009 hingga 2013. Bisnis di kampung halaman ini memang sudah dia dirikan sejak tahun 2002, namun dia fokus mengembangkannya di tahun 2014, setelah pensiun dari Pos. 

Bisa dibilang, Toya Devasya adalah tempat wisata yang paling beken di Kintamani, Bali. Meski lokasinya agak jauh dari bandara, namun dalam sehari pengunjungnya bisa mencapai 1.000 hingga 3 ribu orang! 

Karyawannya saja sekarang ada 200 orang! Kebayang dong cuannya sebesar apa. Udah gitu, bisnis ini juga bebas utang dari bank lho dari sisi modal. 

Tempat wisata itu bukan cuma menyajikan penginapan yang mewah nan asri, tapi juga sebuah kolam renang yang menyatu dengan danau, dan waterboom air hangat pertama dan satu-satunya di dunia. 

Ingin tahu bagaimana caranya agar bisa sukses bisnis di kampung halaman seperti pak Ketut ini? Yuk simak ulasannya.

1. Bikin proyeksi lima tahun ke depan

bisnis di kampung

Membuat proyeksi bisnis selama lima tahun (Pixabay).

Keputusan Ketut membangun bisnis di kampung halamannya yaitu di Kintamani memang cukup berisiko. Jelas saja, wong dia pensiunan bos BUMN, tapi malah berinvestasi dengan mendirikan usaha di kaki gunung. 

“Bisa dibilang saat itu prospek bisnis di kampung ini memang belum terlihat. Tapi saya beranikan untuk membuat blue print (bisnis baru) selama lima tahun ke depan. Misalnya tahun ini saya mau ngapain, lalu tahun kedua mau apa, begitu pun selanjutnya,” saat berjumpa dengan wartawan di Hotel Santika Premiere, Slipi, belum lama ini. 

Ketut mengaku bahwa dirinya memang sudah biasa kerja terstruktur. Jadi urusan planning untuk bisnis barunya ini bukan hal yang sulit. 

2. Kenyamanan pelanggan adalah yang utama

bisnis di kampung

Kenyamanan pelanggan adalah yang utama (Pixabay).

Apapun bisnisnya, apakah itu kuliner atau pariwisata, kenyamanan para pelanggan adalah hal yang harus diperhatikan secara detail! 

“Dari dulu saya selalu berpikir bagaimana cara memfasilitasi pengunjung. Sekarang kita sudah punya pool (kolam renang) besar sembilan buah. Kami bangun changing room yang memadai, sehingga tamu-tamu bisa lebih nyaman berlama-lama di sini,” imbuhnya.

“Kami juga membangun sebuah hikers camp (sarana untuk glamping) dengan berbagai tipe. Ada executive tent (untuk dua orang) dengan fasilitas tenda yang menghadap ke alam serta kasur springbed, sementara itu untuk superior camp bisa muat empat orang untuk satu tenda. Pas sekali untuk kegiatan team building,” lanjut Ketut.

Konon kabarnya di bulan November ini, hikers camp di Toya Devasya sudah dibooking oleh lebih dari 300 orang lho. 

“Saya sempat bingung, ada beberapa bangunan yang memang belum rampung. Namun kita kebut semua, pokoknya tidak ada alasan untuk menolak tamu,” tegas Ketut.

Bisa dibilang Toya Devasya sendiri adalah tempat wisata serba bisa. Mau buat acara gathering perusahaan atau keluarga juga bisa, fasilitasnya tersedia di sini.

“Ada api unggun, bisa juga barbekyuan, mau karaoke juga kami bisa sediakan,” ujar Ketut.

3. Gak pernah cuek sama bisnis di kampung sendiri

bisnis di kampung

Memantau bisnis dari jauh (Pixabay)

Walaupun mobilitas Ketut tergolong cukup tinggi alias sering bolak-balik Bali dan Jakarta, gak ada alasan untuk gak memperhatikan progres perkembangan Toya Devasya.

“Saya selalu kontak dengan tim saya di sana, sebut saja seperti saat mereka pasang tenda untuk hikers camp. Saya minta mereka ambil foto atau rekam video, lalu kirim ke saya. Di situ saya awasi pekerjaan mereka ketika saya gak lagi di tempat,” tambahnya.

Memang terkesan micromanage, tapi justru kecermatan seperti inilah yang semestinya dimiliki seorang owner dari perusahaan. Kalau ownernya peduli, tentu saja karyawannya jadi semangat untuk kerja. Setuju gak?

4. Manfaatkan teknologi

bisnis di kampung

Teknologi selalu digunakan untuk mempromosikan sesuatu (Ilustrasi by Pixabay)

“Saya kembangkan digital marketing (untuk Toya Devasya), saya rekrut para tenaga ahli yang berbasis di bandung. Mereka bekerja di Bandung, namun koordinasi tetap terjaga dengan baik,” tutur Ketut.

Teknologi sudah canggih, kita juga sudah memasuki era industri 4.0 bukan. Dengan bantuan dunia maya, Toya Devasya tentunya bakal viral hingga ke negara lain. Gak heran kalau sekarang wisatawan asing di sana kerap berdatangan.

Bukan hanya tempat wisata, berbekal teknologi Ketut pun berencana akan memviralkan apapun yang ada di kampung halamannya hingga Trunyan.

“Ke depannya, saya akan membuat Toya Devasya sebagai digital resort. Saya akan ajak tim riset untuk memeriksa kekayaan (di wilayah sekitarnya). Kita akan blow up kenikmatan kopinya hingga obyek wisata lain di dekat sana seperti Desa Trunyan yang ada di Kabupaten Bangli,” lanjut Ketut.

Dengar kata Trunyan, kadang kita berpikir bahwa tempat itu anker. Tapi jangan salah, sebagai orang asli Kintamani, Ketut sangat memahami kabupaten Bangli yang gak lain adalah kampung halamannya. 

“Ketika orang tahu Kintamani dengan baik, maka Toya Devasya pun bisa makin ramai.”

5. Rekrut warga sekitar

bisnis di kampung

Merekrut warga setempat sebagai karyawan tentu saja merupakan ide bagus (Pixabay)

Merekrut warga setempat sebagai karyawan tentu saja merupakan ide mulia. Mengapa demikian? Karena hal ini bisa mengurangi tingkat pengangguran.

Itu sebabnya, kenapa entrepreneur memang sangat dibutuhkan di negara ini. Jika pengangguran bisa ditekan, pertumbuhan ekonomi juga makin sehat dong.

Ratusan karyawan Toya Devasya yang direkrut oleh I Ketut Mardjana adalah penduduk sekitar yang sebagian besar lahir dari keluarga petani. Mereka diajari Bahasa Inggris, diberikan pelatihan khusus soal hospitality, hingga akhirnya jadi seorang “profesional.”

6. Jangan lupa dengan Tuhan dan alam semesta

bisnis di kampung

Warga Bali (Pixabay).

Nah urusan ini juga harus diterapkan dalam kelangsungan bisnis kita di mana pun juga. Karena pada intinya, inilah sarana utama untuk menjaga hubungan baik kita dengan lingkungan, Tuhan dan karyawan.

“Konsep berpikir saya makro, saya terapkan spiritual management. Peliharalah hubungan dengan Tuhan, alam, dan manusia. Alam diperbaiki, dan tempat sembahyang juga hingga bagus, orang-orang pun jadi lebih betah untuk beribadah. Kita punya budaya perusahaan yang sangat menjunjung tinggi rasa cinta kasih,” Imbuh Ketut.

Ketut juga menyinggung ikon Toya Devasya yaitu Gajah yang berwarna ungu. Dua hal itu memiliki filosofi yang kuat.

“Ungu adalah warna tertinggi dari spiritualitas. Lalu gajah itu banyak sekali maknanya, mata gajah kecil itu artinya dia fokus, mulutnya pun kecil yang berarti dia tidak serakah, badannya besar menandakan bahwa dia adalah hewan yang kuat dalam bertahan hidup, dan belalai gajah yang menyemburkan air memiliki arti selalu memberikan berkah ke orang lain,” jelasnya.

Kata Toya Devasya sendiri memiliki arti yang cukup religius. Toya artinya air, Devasya artinya Tuhan atau Dewa. Ketut menjelaskan bahwa kata itu memiliki makna, “mengelola air yang merupakan karya sang pencipta.”

Itulah kita sukses mendirikan bisnis di kampung halaman ala I Ketut Mardjana. Intinya, ketika enam hal ini dipenuhi, tentu saja bisnismu bisa moncer deh.

Tapi ingat juga, sebagai pengusaha kamu tentunya butuh kesabaran ekstra. Ketut saja sudah membangun tempat ini sejak tahun 2002 lho, sudah cukup lama tentunya kan. (Editor: Winda Destiana Putri).

Leave a Comment