Kecanduan Belanja Online, Ini 4 Catatan Penting yang Harus Diingat

Perilaku belanja online makin menjadi kebiasaan masyarakat, khususnya di kalangan generasi milenial.  Harga yang lebih efisien (murah) menjadi pertimbangan utama, apalagi masih diiming-imingi diskon, cash back, hingga pay later.

Tidak heran jika strategi marketing, iklan dan promosi para pelaku marketplace di Indonesia makin ofensif menjerat calon konsumennya. 

“Salah satu bentuk strategi marketingnya yang ofensif itu adalah Harbolnas. Hari Belanja Online Nasional, setiap tanggal 11 November,” ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta.

Namun demikian, Tulus mengatakan, belanja online banyak sisi positifnya, seiring dengan keniscayaan fenomena ekonomi digital. Tetapi, ada banyak catatan terkait hal ini, terkhusus pada aspek perlindungan konsumen.

1. Konsumen tetap harus mengedepankan perilaku belanja yang kritis dan rasional

“Belanjalah berdasar pada kebutuhan (need) bukan keinginan (want). Jangan terjerat bujuk rayu diskon, sebab banyak diskon hanyalah gimmict marketing, alias diskon abal abal,” kata Tulus.

Sebelum berbelanja, cermatilah bentuk bentuk diskon yang diberikan, termasuk jenis barang yang diberikan diskonnya. Konsumen  juga jangan makin konsumtif berbelanja dengan iming-iming paylater, yang pada akhirnya akan terjerat hutang.

2. Konsumen juga harus mengedepankan kewaspadaan dan ekstra hati hati dalam belanja online.

Cermatilah profil pelaku usaha dari marketplace yang menawarkan produk dan jasa yang bersangkutan. 

“Jangan sampai konsumen dirugikan oleh transaksi online dari market place yang tidak kredibel. Alih-alih konsumen malah tertipu,” tuturnya.

Sebab berdasarkan data pengaduan YLKI selama 5 (lima) tahun terakhir, pengaduan belanja online selalu menduduki rating tiga besar. 

Ironisnya prosentase pengaduan tertinggi yang dialami konsumen adalah barang tidak sampai ke tangan konsumen. 

“Artinya masih banyak persoalan dalam belanja online dalam hal perlindungan konsumen,” tegas Tulus.

3. Para pelaku market place juga harus mengedepankan strategi promosi yang bertanggungjawab

“Bukan malah sebaliknya, iklan dan promosi yang membius konsumen yang beda beda tipis dengan aksi penipuan,” ujarnya.

4. Pemerintah harus secara ketat mengawasi praktik belanja online

Menurutnya, tingginya fenomena belanja online, ironisnya, justru tidak paralel dengan kuatnya pengawasan oleh pemerintah.

Terkahir, Tulus meminta pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi, dan RPP Belanja Online. 

Menurut Tulus, kedua regulasi inilah yang akan secara kuat memayungi konsumen dalam transaksi online. 

“Jika kedua regulasi ini tidak segera disahkan, sama artinya pemerintah melakukan pembiaran terhadap berbagai pelanggaran hak konsumen dalam transaksi,” pungkasnya.

Editor: Ayyi Achmad Hidayah

Leave a Comment