
Defisit neraca perdagangan selalu menjadi sorotan dan topik perbincangan yang menarik untuk dibahas. Dalam praktiknya, neraca memiliki dua sifat, yaitu surplus dan defisit.
Nah, suatu negara dikatakan surplus apabila negara tersebut lebih banyak melakukan ekspor daripada impor. Hal ini disebut juga sebagai surplus perdagangan. Sedangkan defisit terjadi saat nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor, maka terjadilah defisit.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya defisit pada neraca perdagangan sebesar US$3,20 miliar sepanjang tahun 2019. Namun, angka tersebut masih lebih baik jika dibandingkan jumlah defisit di tahun sebelumnya yang mencapai US$8,6 miliar.
Sebelum membahas lebih jauh soal hal ini, yuk pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan neraca perdagangan. Kita juga bakal bahas bagaimana cara menghitungnya, serta apa dampak dari defisit ini.
Neraca perdagangan adalah…
Neraca perdagangan atau balance of trade adalah perbedaan antara nilai semua barang dan jasa yang diekspor dan diimpor dari suatu negara dalam periode waktu tertentu. Perlu dipahami bahwa neraca perdagangan menjadi komponen terbesar dalam neraca pembayaran karena menjadi indikator untuk mengukur seluruh transaksi internasional.
Artinya, jika dalam satu tahun negara lebih banyak melakukan ekspor ketimbang impor, maka neraca akan surplus. Sebaliknya, jika lebih banyak melakukan impor ketimbang ekspor, maka neraca akan defisit.
Setiap negara akan mempublikasikan laporan neracanya secara berkala, biasanya dalam tempo bulanan atau kuartal. Hasilnya akan diamati oleh pemerintah, bank sentral, investor, spekulan, dan para pemain pasar lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan ekonomi.
Unsur-unsur neraca perdagangan
Neraca perdagangan sendiri terdiri dari lima unsur transaksi, apa saja?
- Transaksi barang dan jasa, ini meliputi transaksi ekspor impor barang maupun jasa.
- Transaksi modal, transaksi ini meliputi kredit perdagangan dari negara lain dan juga investasi langsung di luar negeri.
- Transaksi satu arah, meliputi hadiah atau bantuan, karena dalam transaksi ini tidak mengharuskan pengembalian dana atau pembayaran.
- Selisih perhitungan, ini merupakan sebuah rekening untuk penyeimbang antara kredit dan debet.
- Lalu lintas moneter.
Cara menghitung neraca perdagangan
Ada dua hal yang dibutuhkan untuk menghitung neraca perdagangan, yaitu nilai ekspor dan nilai impor. Pada dasarnya, ada rumus sederhana untuk menghitungnya, yaitu dengan mengurangi nilai ekspor dan nilai impor atas suatu barang dan jasa.
Neraca perdagangan = Ekspor – Impor |
Ekspor adalah barang dan jasa yang dibuat di dalam negeri kemudian dijual kepada orang asing. Sedangkan impor adalah barang dan jasa yang dibeli oleh penduduk suatu negara, di mana barang dan jasa tersebut dibuat di luar negeri.
Namun, ada celah yang menyebabkan penghitungan neraca menjadi tidak akurat. Salah satunya adalah perdagangan gelap. Pasalnya, dalam perdagangan gelap, beberapa kegiatan transaksi tersebut hanya tercatat di satu negara, entah yang mengekspor atau yang mengimpor, sedangkan negara lainnya tidak. Hal itu menyebabkan akumulasi dari seluruh neraca perdagangan dunia menjadi tidak seimbang.
Surplus vs defisit
Ngomongin soal neraca perdagangan, tentu kamu sering mendengar istilah surplus dan defisit. Namun ternyata, hal tersebut tidaklah terlalu signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian. Surplus tidak selamanya baik, begitu pula juga defisit yang tidak selamanya menunjukkan tanda bahaya terhadap perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi sendiri pendorong utamanya adalah tingkat konsumsi masyarakat dan juga investasi.
Neraca perdagangan dikatakan surplus apabila…
Neraca ini bisa dikatakan surplus apabila pendapatan lebih banyak daripada pengeluarannya. Artinya, nilai ekspornya lebih besar ketimbang nilai impornya.
Neraca perdagangan yang surplus akan sangat dibutuhkan ketika perekonomian berada dalam fase resesi. Pasalnya, dalam keadaan tersebut, surplus perdagangan akan membantu dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan permintaan atas suatu barang dan jasa.
Umumnya setiap negara membuat kebijakan ekonomi tersendiri untuk menghasilkan surplus neraca perdagangan. Salah satu kebijakan tersebut diimplementasikan dalam wujud proteksionisme perdagangan. Caranya adalah dengan melindungi industri dalam negeri melalui pengenaan tarif, kuota, atau subsidi impor.
Neraca perdagangan defisit artinya…
Sebaliknya, neraca dikatakan defisit apabila nilai impornya lebih besar daripada nilai ekspornya. Tapi, hal ini tidak selamanya negatif.
Pasalnya, jika pemerintah membuka keran impor daripada ekspor, itu tandanya akan semakin banyak barang-barang di pasar. Hal ini jelas bisa mendorong persaingan usaha dan menjaga harga-harga barang tetap stabil.
Namun, kita juga perlu tahu bahwa defisit perdagangan dianggap sebagai suatu yang kurang menguntungkan bagi sebagian negara. Jika negara terus-menerus menerima impor, kemungkinan terburuknya bakal membuat bisnis dan produk dalam negeri menjadi tidak memiliki nilai tambah.
Pada jangka panjang, akhirnya negara dengan defisit perdagangan yang tinggi akan menerapkan apa yang disebut merkantilisme, yaitu menghapus defisit perdagangan dengan segala cara. Salah satu yang paling umum untuk dilakukan adalah dengan menetapkan tarif impor dan kuota impor yang sering kali diikuti dengan kenaikan harga konsumen.
Hal tersebut tentu akan memicu proteksionisme reaksioner dari mitra dagang negara sehingga kemungkinan terbesarnya perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi akan menurun.
Seperti apa dampak neraca perdagangan defisit?
Secara umum, defisit neraca perdagangan menandakan bahwa perekonomian suatu negara cenderung melemah. Tentu saja akan ada dampak-dampak yang juga perlu ikut diperhatikan, seperti berikut ini.
1. Neraca perdagangan yang defisit cenderung diikuti pelemahan mata uang
Impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor menjadi penyebab neraca perdagangan defisit. Rasio impor yang melambung bisa diartikan tingginya kebutuhan akan mata uang asing. Dengan kata lain, Rupiah yang ditukarkan ke Dolar lebih besar ketimbang Dolar ditukar ke Rupiah. Turunnya permintaan terhadap Rupiah bikin nilai mata uang Indonesia tersebut melemah.
Bank Indonesia mau gak mau menggunakan cadangan devisa supaya bisa menahan laju pelemahan Rupiah kalau terus berlanjut.
Baca juga: Negara Ini Sengaja Melemahkan Nilai Tukar Mata Uangnya, Alasannya…
2. Meningkatnya inflasi
Pelemahan mata uang semisal Rupiah cenderung berujung pada naiknya harga barang-barang, terutama barang-barang impor. Ujung-ujungnya inflasi naik dan daya beli masyarakat menurun. Inflasi yang terus berlanjut lama kelamaan dapat mengakibatkan perekonomian melambat, bahkan lumpuh nantinya.
Baca juga: 4 Cara yang Bisa Kita Lakukan Buat Bantu Jaga Nilai Tukar Rupiah
3. Suku bunga acuan dinaikkan
Naiknya suku bunga acuan merupakan dampak lanjutan dari defisit neraca perdagangan. Sebab Rupiah yang melemah cenderung mendongkrak angka inflasi. Nyatanya, ada beberapa barang produksi dalam negeri yang selama ini bergantung pada bahan baku yang diimpor dari luar negeri.
Melemahnya Rupiah membuat barang-barang tersebut memiliki harga jual yang tinggi karena menyesuaikan dengan harga bahan baku yang mahal.Bank Indonesia pun mau gak mau menaikkan suku bunga acuan sebagai konsekuensi peningkatan inflasi. Melihat tingginya suku bunga, orang-orang pun lebih memilih menyimpan uangnya di bank.
4. Investasi asing yang masuk berpotensi meningkat
Melemahnya nilai mata uang dilihat sebagai keuntungan bagi beberapa investor. Modal investasi yang mereka salurkan bisa lebih besar ketika ditukarkan ke mata uang negara tujuan. Dari modal tersebut, mereka bisa mengembangkan bisnisnya.
Selain itu, para investor bisa membeli surat utang, baik yang dijual negara maupun swasta, dalam jumlah besar. Kondisi ini tentunya menguntungkan buat negara tujuan investasi. Sebab modal-modal yang masuk mendorong perekonomian.
Seperti yang dikutip Investopedia, pemenang Nobel Milton Friedman berpendapat defisit perdagangan gak pernah berbahaya dalam jangka panjang. Sebab mata uang bakal selalu kembali ke negara itu dalam berbagai bentuk. Salah satunya melalui investasi asing.
Data statistik neraca perdagangan Indonesia
Setelah mengetahui tentang seluk beluk neraca perdagangan, lantas bagaimana dengan neraca milk Indonesia sendiri? Bagaimana data statistiknya, apakah selalu surplus atau defisit?
Berikut ini statistik neraca perdagangan Indonesia tahun 2016 sampai Februari 2020 dilihat dari situs Kementerian Perdagangan,
Uraian |
2016 |
2017 |
2018 |
2019 |
Jan-Feb |
|
2019 |
2020 |
|||||
Total Perdagangan |
280,839.0 |
325,813.7 |
368,724.0 |
338,224.4 |
53,701.2 |
53,509.8 |
Migas |
31,844.7 |
40,060.3 |
47,040.1 |
34,389.2 |
5,585.5 |
5,355.9 |
Nonmigas |
248,994.3 |
285,753.4 |
321,683.9 |
303,835.2 |
48,115.7 |
48,153.8 |
Ekspor |
145,186.2 |
168,828.2 |
180,012.7 |
167,497.0 |
26,483.8 |
27,692.9 |
Migas |
13,105.5 |
15,744.3 |
17.171.7 |
12,504.7 |
2,345.0 |
1,621.2 |
Nonmigas |
132,080.8 |
153,083.9 |
162,840.9 |
154,992.2 |
24,138.8 |
26,071.7 |
Impor |
135,652.8 |
156,985.6 |
188,711.4 |
170,727.4 |
27,217.4 |
25,816.8 |
Migas |
18,739.2 |
24,316.0 |
29,868.4 |
21,884.4 |
3,240.5 |
3,734.7 |
Nonmigas |
116,913.6 |
132,669.5 |
158,842.9 |
148,843.0 |
23,976.9 |
22,082.1 |
Neraca perdagangan |
9,533.4 |
11,842.6 |
-8,698.7 |
-3,230.4 |
-733.6 |
1,876.1 |
Migas |
-5,633.8 |
-8,571.7 |
-12,696.7 |
-9,379.7 |
-895.6 |
-2,113.5 |
Nonmigas |
13,167.2 |
20,414.3 |
3,998.0 |
6,149.3 |
161.9 |
3,989.6 |
Semua data di atas memiliki nilai dalam jutaan dolar Amerika Serikat. Dilihat dari tabel di atas, pada tahun 2020, neraca perdagangan Indonesia berada pada posisi surplus, meskipun di tahun 2018-2019 mengalami defisit. Hal ini tentu saja pertanda yang baik bagi perekonomian Indonesia.