Selalu Jadi Sorotan, Ini Dampak-Dampak dari Defisitnya Neraca Perdagangan – Neraca perdagangan belakangan ini menjadi sorotan. Gara-garanya nih, udah beberapa kali ukuran pembanding antara ekspor dan impor ini mengalami defisit.
Pada tahun ini aja, neraca perdagangan telah defisit di bulan Januari. Kemudian, defisit lagi pada bulan April. Neraca yang juga dikenal sebagai neraca ekspor-impor diukur dengan membandingkan berapa besar nilai ekspor dan nilai impor.
Neraca perdagangan bakal dikatakan surplus apabila nilai ekspor lebih besar ketimbang nilai impor. Sementara disebut defisit kalau nilai impor lebih besar daripada nilai ekspor.
Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor yang diadakan Senin (8/7/2019), Presiden Joko Widodo menyoroti impor migas yang tinggi dan ekspor migas yang kecil. Tingginya impor ketimbang ekspor memicu terjadinya defisit pada neraca perdagangan.
Menarik buat diulas, apakah defisit neraca perdagangan ini memang benar-benar merugikan? Mungkinkan ada keuntungan di balik neraca ekspor-impor ini? Buat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, simak yuk ulasannya berikut ini.
Baca juga: Ingat dan Waspada! Beberapa Hal Ini Bakal Memengaruhi Keuangan Pada Tahun 2019
1. Neraca perdagangan yang defisit cenderung diikuti pelemahan mata uang

Impor yang tinggi daripada ekspor menjadi penyebab neraca perdagangan defisit. Impor yang tinggi bisa diartikan tingginya kebutuhan akan mata uang asing.
Dengan kata lain, Rupiah yang ditukarkan ke Dolar lebih besar ketimbang Dolar ditukar ke Rupiah. Turunnya permintaan terhadap Rupiah bikin nilai mata uang Indonesia tersebut melemah.
Bank Indonesia mau gak mau menggunakan cadangan devisa supaya bisa menahan laju pelemahan Rupiah kalau terus berlanjut.
Baca juga: Negara Ini Sengaja Melemahkan Nilai Tukar Mata Uangnya, Alasannya…
2. Meningkatnya inflasi

Pelemahan mata uang semisal Rupiah cenderung berujung pada naiknya harga barang-barang, terutama barang-barang impor. Sialnya, barang-barang yang mengalami kenaikan harga gak hanya satu atau dua barang saja, tapi banyak.
Ujung-ujungnya inflasi naik dan daya beli masyarakat menurun. Inflasi yang terus berlanjut lama-lama bikin perekonomian bisa melambat, bahkan lumpuh nantinya.
Baca juga: 4 Cara yang Bisa Kita Lakukan Buat Bantu Jaga Nilai Tukar Rupiah
3. Suku bunga acuan dinaikkan

Dinaikkannya suku bunga acuan merupakan dampak lanjutan dari defisitnya neraca perdagangan. Sebab Rupiah yang melemah cenderung mendongkrak angka inflasi.
Seperti yang kamu tahu, ada beberapa barang produksi dalam negeri yang selama ini bergantung pada bahan baku yang diimpor dari luar negeri.
Melemahnya Rupiah bikin barang-barang tersebut memiliki harga jual yang tinggi karena menyesuaikan dengan harga bahan baku yang mahal. Ini masih ditambah dengan naiknya harga barang-barang impor.
Bank Indonesia pun mau gak mau menaikkan suku bunga acuan sebagai konsekuensi peningkatan inflasi. Melihat tingginya suku bunga, orang-orang pun lebih memilih menyimpan uangnya di bank.
4. Investasi asing yang masuk berpotensi meningkat

Melemahnya nilai mata uang dilihat sebagai keuntungan bagi beberapa investor. Modal investasi yang mereka salurkan bisa lebih besar ketika ditukarkan ke mata uang negara tujuan. Dari modal tersebut, mereka bisa mengembangkan bisnisnya.
Selain itu, para investor bisa membeli surat utang, baik yang dijual negara maupun swasta, dalam jumlah besar. Kondisi ini tentunya menguntungkan buat negara tujuan investasi. Sebab modal-modal yang masuk mendorong perekonomian.
Seperti yang dikutip Investopedia, pemenang Nobel Milton Friedman berpendapat defisit perdagangan gak pernah berbahaya dalam jangka panjang. Sebab mata uang bakal selalu kembali ke negara itu dalam berbagai bentuk. Salah satunya melalui investasi asing.
Itu tadi dampak-dampak yang terjadi dari defisitnya neraca perdagangan. Semoga informasi di atas bermanfaat! (Editor: Ruben Setiawan)